CHANCES, CHANGES, CHOICES, that's LIFE..
EVERYTHING is POSSIBLE..

Allah lebih MENGENAL kita, daripada APA yang kita KETAHUI..

Jer BASUKI mawa BEA..


03 Desember 2011

Indah pada Waktunya -part I-


Seorang cewek berambut hitam pendek berjalan menyusuri koridor sekolah. Melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya menjukkan pukul 06.55, ia pun mempercepat langkahnya menuju kelas X1. Walaupun hari – hari biasanya, ia juga tidak berangkat terlalu pagi menyambangi gedung tempatnya menuntut ilmu ini.
“Hei, Nay ! Tungguin aku dong !”, teriak seseorang beberapa meter di belakangnya.
“Heh ? Apa, El ?”, Naya menoleh dan agak kebingungan. Mukanya masih suntuk gara – gara sudah seminggu ini banyak masalah yang menghampirinya.
“Ah, kamu tu, jalan pagi – pagi gini aja udah bengong, apa lagi ntar siang !” sahut Eliana.
“Ash, udah ah ! Cepetan yok ke kelas. Udah jam 7 kurang dikit, non. Pelajaran pertama Mrs. Siwi. “ , jawab Naya.
Mereka berdua berjalan menuju kelas mereka di pojok ruas koridor bagian timur SMA Bina Taruna. Tepat saat mereka berada di depan pintu kelas, “Teet..teet. Sorak – sorak bergembira, bergembira semua…”. Bel tanda masuk berdering mengumandangkan salah satu lagu kebangsaan. Di sekolah ini, setiap bel berdering, selalu diikuti dengan lagu kebangsaan.
“Nah, loo. Untung nggak kelamaan ngobrol tadi.” , kata Naya.
“Heeh, yayaya. Ayo buruan cari tempat duduk !”, sahut Eliana sambil menarik lengan Naya.
Sekitar 3 menit kemudian, seorang guru berambut pendek masuk ke ruang X6. Senyumnya memang ramah dan memikat. Tapi, kalau lagi pengen marah, wuh, ampun dah ! Murid – murid mendingan kabur entah kemana.
Good morning, students !” , sapa beliau.
Morning, mam..” , semua siswa menjawab. Beberapa dengan raut muka semangat pagi, ada yang pasang muka biasa saja, dan banyak yang lebih memilih menggoreskan ekspresi lesu seperti langit pagi ini.
Okay, ketua kelas silahkan memimpin doa”
Get ready !”, disambut hentakan kaki seluruh siswa, “Let’s pray together”, semua kepala tertunduk memanjatkan doa dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam hati kecil Naya, ia berdoa agar hari ini, ia mendapat keajaiban-Nya untuk segala permasalahan yang dihadapinya saat ini.
Enough !”, suara lantang ketua kelas menandakan berdoa selesai.
“Baiklah, any homework ?” Tanya Bu Siwi antusias.
No, mam.”, sahut sebagian siswa yang masih benar – benar punya niat untuk belajar dan mendengarkan penjelasan gurunya itu.
“Ya sudah, catatan kemarin membahas apa ? Sudah sampai budaya manusia purba?”
“Masih sampai Homo Wajakensis” , jawab Azka yang duduk di pojok depan dekat pintu.
Pelajaran jam pertama ini, terasa membosankan bagi Naya. Tubuhnya memang sedang duduk rapi menghadap ke depan. Namun, pikirannya melayang berpetualang ke pos – pos masalahnya, entah di rumah, atau mengembara ke kota lain yang jauhnya puluhan kilometer dari dirinya saat ini. Menengok ke bangku di pojok kanan belakang, ia melihat Keisha dan Dio bercengkrama. Mereka memang nggak pacaran. Tapi, seminggu yang lalu Dio nembak Keisha. Sebagi teman dekat di kelas, Naya jadi sasaran cerita Keisha. Ia bercerita kalau Dio nembak dia. Keisha bilang, ia nolak Dio, karena ia tau Naya pernah suka sama Dio. Walaupun ditolak, apa yang dilihat Naya pagi hari ini, adalah bukti bahwa Dio dan Keisha semakin dekat. Yah, bukan masalah besar bagi Naya, jika memang mereka dekat. Tapi, dengan kedekatan mereka, Keisha yang sebelumnya sangat dekat, hampir seperti sahabat bagi Naya, sekarang nggak pernah jajan bareng lagi dengan Naya. Menyapa pun, sangat jarang rasanya. Apa ini rasanya punya teman yang melupakan teman demi suatu hal yang baru baginya ? Sekarang, ia lebih sering ngobrol sama Azka. Ia tidak terbiasa dengan Azka, yang pendiam, dan agak nggak nyambung kalau di ajak bicara.
Akhirnya, pelajaran Sejarah yang membahas beberapa manusia purba itupun usai. Hanya sedikit materi yang disampaikan Bu Siwi yang mampu bersarang di otak Naya. Selebihnya, kabur bersama pengembaraan pikiran Naya meratapi masalah yang sedang dialaminya. Begitupun pada beberapa pelajaran berikutnya. Bosan..bosan..bosan. Keluhnya dalam hati.
“Teet..teet..Maaju tak gentar..” Bel pulang hari Selasa ini terasa bagaikan siraman air zam – zam yang menyejukkan bagi Naya.
Setelah guru yang mengampu jam pelajaran terakhir selesai mengucap salam, ia menyambar tasnya, dan keluar dari kelas tanpa mempedulikan Eliana yang duduk di sebelahnya. Bergegas menyusuri pinggiran lapangan sekolah, lalu menuju seberang jalan untuk menanti kendaraan kesayangannya. Yah, siapa lagi, kalau bukan angkot dan supirnya. Di perjalanan, handphone-nya bergetar. Merogoh saku roknya, ia melihat tulisan yang  ditampilkan layar.
-1 message, From : Dewangga-. Argh, mau ngapain lagi sih ?!, gerutunya dalam hati. Dibaca sekilas isi SMS itu. “Yank, kok ak cri d kls, u gk ada? Udh plang? gk mau ak antr plang ?” Dengan jari – jari lentiknya, Naya membalas SMS sang pacar, yang bagi Naya hanyalah pacar sementara. “Ak udh plg”. Oke, singkat tanpa tanda baca apapun, yang berarti malas banget balas SMS itu.
Sampai rumah, ia langsung masuk ke kamarnya.
Heeh, kok ra salam ki piye ?”, Ibunya mengatakan dengan logat jawa.
Assalaamu’alaikuum”, sahut Naya dengan sedikit senyum memaksa. Hanya demi Ibunya, ia mampu tersenyum di siang yang mendung, segelap perasaannya.
Wa’alaikumsalaam. Makan ya..” , jawab Ibu Naya dengan senyum tulus.
Di kamar, ia mengirim pesan ke kedua temannya di rumah, Lusi dan Ery. Tak ada satupun yang membalas. Mereka bertiga memang beda sekolah. Jadi, hanya ketika di rumah saja, dapat berkumpul bersama. Ketika ada masalah dengan pacar, atau dengan teman sekolah, dua sahabatnya itulah yang menjadi tempat tumpahan isi hatinya. 
*story part 1"

(wait for the next story yaa) ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar